22 Januari 2009

LA Amir Ingin Ikuti Jejak Tomy Seran


Sasana Rokatenda, Sidoarjo punya kans menambah gelar. Setelah Tomy Seran merebut juara kelas terbang junior (49 kg) versi Asosiasi Tinju Indonesia (ATI), kini La Amir mempunyai peluang menjadi juara nasional. Itu setelah mantan petinju Akaz Probolinggo itu bakal bertarung memperebutkan gelar juara nasional kelas bulu junior 55,3 kg versi ATI. Lawan La Amir adalah Marangin Marbun dari Sasana Sragen, Jawa Tengah. Duel ini bakal digelar di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta pada 8 Februari nanti.
’’Kalau Amir menang, dia bakal menjadi juara nasional. Saat ini gelar itu sedang lowong. Tapi, kalau kalah peringkatnya akan turun,’’ kata Yani Malhendo, pelatih Sasana Rokatenda, Rabu (21/1).
Saat ini Amir adalah petinju peringkat pertama nasional. Sementara Marangin di posisi kedua. ’’Saya harap Amir tidak terlena dengan peringkat tersebut. Walaupun peringkatnya lebih baik, tapi untuk meraih kemenangan tentu dibutuhkan persiapan yang matang,’’ ungkap Yani.
Apalagi, kondisi Amir saat ini tak terlalu bagus. Stamina Amir belum memuaskan. Terlebih, jika dikaitkan dengan gaya bertarungnya. ’’Basic Amir itu bergaya fighter. Jadi, dia akan selalu memukul lawan. Dia akan terus menyerang. Hal itu membutuhkan stamina yang bagus,’’ tutur pria asal Bima, Nusa Tenggara Barat, itu.
Amir mengakui fisiknya memang masih lemah. Karena itu, saat ini dia fokus berlatih untuk menggenjot ketahanan fisiknya. ’’Mungkin kondisi fisik saya masih 60-70 persen. Mumpung masih ada cukup waktu, saya fokus ke situ,’’ kata Amir.

19 Januari 2009

Tomy Seran Juara Nasional Kelas Terbang Junior

Jawa Timur akhirnya punya juara baru di kelas terbang junior (49 kg) versi ATI (Asosiasi Tinju Indonesia. Dia adalah Tomy Seran Pikareu Palue. Petinju Sasana Rokatenda Sidoarjo itu berhak menyandang sabuk juara nasional setelah mengalahkan Ichal Tobida (Pemda Lembata BC Kab. Lembata, NTT) dengan angka mutlak dalam pertarungan perebutan gelar yang lowong di Ring Tinju TVRI, Jakarta, Sabtu malam (17/1)
Tiga hakim juri seluruhnya memberikan kemenangan angka bagi Tomy, petinju kelahiran Atambua, 6 April 1983. Hakim A (Choky R.) memberikan nilai 98-93, hakim B (Edy Damri) dan hakim C (Oki Abi Bakrin) memberikan nilai sama, 97-93.
Pertarungan perebutan gelar itu terjadi karena juara bertahan sebelumnya, Yanus Emauri, kalah TKO di ronde ke-2 dari Denner Cuello (Filipina) dalam pertarungan nongelar sepuluh ronde pada 11 Januari lalu di Manila, Filipina. ”Karena Yanus Emauri kalah TKO, otomatis gelar juara nasionalnya lepas. Tomy berhak menyandang sabuk juara nasional yang baru,” kata Syarifudin Lado, promotor pertarungan di gelar Ring Tinju TVRI.
Meski gagal merebut sabuk juara nasional versi ATI, Ichal masih cukup beruntung. Sebab, kekalahan angka tersebut tak membuat sabuk juara nasional di kelas yang sama versi Komisi Tinju Profesional Indonesia (KTPI) harus dilepas. Ichal masih berhak menyandang sabuk juara tersebut.
Manajer Tomy, Damianus Vicentius Wera, mengatakan puas dengan penampilan Tomy. ”Saya puas dengan kemenangan yang diraih Tomy. Untuk itu, sesuai janji saya, Tomy akan saya tandingkan dalam perebutan gelar WBO International sekitar Maret nanti,” ucap Damianus.

17 Januari 2009

Tomy Seran Buru Gelar ATI


Tantangan berat bakal dihadapi Tomy Seran Pikareu Palue. Petinju binaan Rokatenda BC Sidoarjo itu harus menghadapi lawan tangguh, Ichal Tobida, penantang peringkat dua kelas terbang junior versi ATI (Asosiasi Tinju Indonesia).
Kedua petinju tersebut akan bertarung memperebutkan gelar juara nasional kelas terbang junior versi ATI, yang akan digelar di Ring Tinju TVRI, kawasan Senayan, Jakarta, malam ini (17/1).
Meski secara peringkat Tomy berada di peringkat I, petinju besutan pelatih Yani Malhendo itu dipastikan tak akan mudah mengalahkan Ichal. Sebab, Ichal telah mempersiapkan diri selama dua bulan bersama pelatihnya, William Lojor.
Ichal, petinju kelahiran Sorong, 25 Agustus 1984, memiliki motivasi ganda untuk menghadapi Tomy Seran. Maklum, saat ini Ichal merupakan petinju juara nasional versi Komisi Tinju Profesional Indonesia (KTPI). Gelar yang belum pernah dipertahankan itulah yang akan memotivasi petinju Pemda Lembata BC Kabupaten Lembata, NTT untuk mengalahkan Tomy.
’’Selain tak ingin gelarnya copot, Ichal juga ingin meraih dua gelar juara nasional. Untuk mewujudkannya, Ichal harus bisa mengalahkan Tomy’’ kata William Lojor.
Selain berpeluang merebut double champion. Ichal juga harus hati-hati. Sebab, kalau dia sampai kecolongan, kalah KO atau TKO, bukan hanya dia gagal menjadi juara nasional versi ATI. Tetapi sabuk juara miliknya dari versi KTPI juga bisa melayang.
’’Kalau dia kalah KO atau TKO, gelar juara dari versi KTPI akan dicabut. Tapi kalau dia hanya kalah angka, gelar juara di versi KTPI tetap aman,’’ kata promotor Syarifudin Lado.
Sementara Tomy memancang target harus menang. Tetapi petinju besutan pelatih Yani Malhendo itu mengaku tak bisa memastikan kemenangan KO. ’’Bagi saya, terpenting dalam pertarungan itu bisa menang. Itu target utama saya. Hanya, saya tidak bisa menyebutkan ronde berapa bisa mengalahkan lawan. Yang jelas, jika ada kesempatan memukul jatuh lawan, kesempatan itu tidak saya sia-siakan. Tapi, terpenting bermain bagus dan menang,’’ katanya dengan nada optimistis.
Jika melihat rekor bertarung kedua petinju, yang sama-sama berimbang, pertarungan Tomy Seran melawan Ichal menjanjikan suguhan duel yang cukup menarik. Rekor bertarung Tomy saat ini adalah 15 kali bertanding, 14 menang (7 KO/TKO) dan 1 kali kalah.
Bandingkan dengan rekor Ichal, yang saat ini juga mencatat rekor 15 kali bertandng, 11 menang (6 kali menang KO/TKO), 3 kalah dan 1 draw.

15 Januari 2009

M. Rachman Menuju WBO



M. Rachman punya kesempatan untuk kembali menjadi juara dunia. Itu sejalan dengan rencana pertarungan mantan juara dunia kelas terbang mini (46,7 kg) itu melawan juara WBO Aspac, Milan Milando (Filipina) 28 Februari mendatang, di Waterfront Hotel, Cebu, Filipina.
Pertarungan itu sejatinya hanya partai non gelar. Namun, itu bisa menjadi jalur cepat Rachman untuk menantang juara dunia, karena Milando adalah penantang peringkat pertama. Jika menang, Rachman yang akan menggantikan posisinya. Dengan bekal itu, dia bisa segera menantang juara dunia kelas terbang mini WBO saat ini disandang Donnie Nietes dari Filipina.
”Jika Rachman memenangkan pertarungan itu, namanya akan tercatat sebagai penantang peringkat pertama juara dunia versi WBO. Jika peringkat teratas itu bisa diperoleh, otomatis Rachman berhak melawan juara dunia dari versi WBO,’’ kata manajer Rachman, Martinez Dos Santos kepada Jawa Pos di Jakarta, kemarin.
Namun tak gambang bagi Rachman untuk mengalahkan Milando. Sebab, petinju muda berusia 20 tahun itu memiliki rekor bertarung yang cukup bagus. Tercatat dari 17 kali naik ring, seluruhnya berhasil dimenangkannya. Dengan lima kemenangannya diperoleh lewat KO/TKO.
Selain juara di WBO Aspac, Milando juga pemegang sabuk juara kelas terbang junior versi WBA Intercontinental. Gelar ini baru diperoleh pada 25 Juli 2008 setelah Milando dinyatakan menang angka mutlak atas Carlos Melo (Panama) dalam pertarungan gelar 12 ronde, di Cebu Coliseum, Cebu City, Filipina.
Sedangkan sabuk juara WBO Aspac diperoleh Milando setelah dinyatakan menang TKO ronde 4 atas Nuapayak Sakkriprin dari Thailand, dalam pertarungan gelar yang lowong di kelas terbang mini, pada 6 Oktober 2007, di Mindanao Polytechnic State College, Cagayan de Oro City, Misamis Oriental, Filipina.
Sabuk juara versi WBO Aspac itu sudah tiga kali dipertahankan Milando. Dua pertarungan gelar diantaranya menghadapi petinju Indonesia, yakni adalah Jack Amisa dan Sofyan Efendi. Keduanya dinyatakan kalah angka mutlak.
Perarungan terakhir mempertahankan gelarnya, Milando menang TKO ronde 3 dari petinju Tanzania, Juma Fundi. Pertarungan yang dijadwalkan 12 ronde itu digelar di Atrium, Limketkai Mall, Cagayan de Oro City, Misamis Oriental, Filipina, 30 Oktober 2008.
Sementara itu, Rachman mengaku gembira memperoleh kesempatan bertarung di jalur WBO. Walau saat ini masih disibukkan dengan kampanye untuk menjadi calon legislatif (Caleg) pada Pemilu mendatang, Rachman mengaku tetap berlatih serius. ”Sebagai petinju profesional, saya harus bisa menjaga kondisi agar tetap prima. Untuk itu, di samping kesibukan saya sebagai caleg, setiap harinya saya masih berlatih tinju,’’ aku Rachman.
Rachman harus kehilangan sabuk juara yang disandangnya setelah dinyatakan kalah angka atas petinju Filipina lainnya, Florante Condez, dalam pertarungan wajib (mandatory fight) pada 7 Juli 2007 di Jakarta. Pasca kehilangan sabuk juara itu, Rachman praktis baru sekali naik ring. Yakni ketika dinyatakan menang angka atas juara WBO Aspac Youth, Edren Dapudong, dalam pertarungan non-gelar 10 ronde, pada 28 Juni 2008. Meski baru melakoni satu pertandingan pasca dikalahkan Florante Condez (Filipin), nama Rachman masih tercatat sebagai penantang peringkat 3 versi IBF.

06 Januari 2009

Bos Tinju yang kini Kelola Kolam Pancing


Pada 1970-1980-an merupakan periode emas bagi Harry Effendy. Pendiri Sasana Taman Tirta itu berhasil melahirkan petinju-petinju kaliber nasional. Bahkan di antaranya mampu bersaing dengan sasana besar seperti Sawunggaling Surabaya. Kesibukannya di arena ring pro kini sudah berganti selepas tutupnya Sasana Taman Tirta pada 1990.
Harry Effendy hampir tidak mengalami perubahan fisik sejak mengelola Taman Tirta BC hingga pensiun. Badannya masih terlihat segar karena rutin melakoni latihan setiap hari di rumahnya, Balongsari Bumi Indah. Bahkan, dia sempat memamerkan kecepatan shadow boxing. Hanya guratan di wajahnya yang tidak bisa berbohong bila usianya sudah senja.
Kisah panjang Harry masih membekas saat menuturkan manis-pahitnya menjadi pengelola sekaligus manajer Taman Tirta BC. Masih segar dalam ingatannya nama-nama petinju yang dibesarkan dari sasana yang dimiliknya. Sebut saja Jimmy Sinantan, Marthen Kasangke, Luluk Uswae, Tubile, Polo Sugar Ray, dan Jack John. Merekalah yang behasil mengangkat nama Taman Tirta ke pentas tinju nasional.
Kisah panjang itu sudah berganti. Harry tidak lagi berkecimpung di arena ring pro. Tetapi perhatiannya sebagai insan tinju tidaklah luntur. Dia masih aktif menjalani latihan ringan di rumahnya. Sesekali memberi materi latihan kepada anak bungsunya, Pancari Pandawa.
Kesibukan diluar, dia adalah Ketua Umum Ikatan Mantan Petinju Indonesia (IMPI). Organisasi ini dibentuk tahun 2002 dan bertujuan memberi support kepada mantan-mantan petinju yang hidupnya jauh dari kesejahteraan. Rata-rata petinju tidak memiliki penghasilan setelah pensiun sebagai atlet.
Ada kesibukan kecil yang memberinya hiburan di dalam rumahnya. Dia sibuk membuka kolam pancing di rumahnya. Kesibukan ini baru dirintis sekitar tiga bulan yang lalu. "Lumayan untuk memberi kesibukan dan hiburan. Orang seusia saya ini butuh hiburan setiap harinya," terang pria kelahiran Probolinggo, 12-4-1944 itu sambil menerawang hujan deras. Tidaklah terlalu luas kolam pancing yang dimilikinya. Namun sudah cukup membantunya di masa pensiun ini.
Sebelum memasuki kolam pancing, setiap pengunjung akan melihat barisan rumah kos disisi kanan jalan di depan areal parkir yang cukup luas. Demikian juga dengan barisan rumah kos yang bersanding dengan rumah induk. Usaha ini menunjukkan bila Harry tidak betah berpangku tangan. Selalu ada kesibukan yang digelutinya. Sekecil apapun usaha dan hasilnya, tetaplah menjadi kecintaannya.
Itu semua dilakukan agar dapur tetap mengepul.
"Usaha apa saja kalau dilakukan dengan tekun dan dibarengi dengan niat, pasti akan ada hasil. Dan hasil itu yang membawa kita kebahagiaan, besar atau kecil," imbuhnya.
Diluar hasil itu, Harry juga sibuk mendampingi anak bungsunya dibidang musik dan olah vocal. Dia rela bolak-balik Jakarta-Surabaya hanya untuk mendmapingi putranya. Pancari Pandawa di sekolahkan di Purwatjaraka Music School dan sudah mendapat tawaran manggung dari berbagai kota.

04 Januari 2009

Semua Sabuk Gelar Hilang, Rintis Reparasi Kulkas


Hengky Gun termasuk salah seorang petinju legendaris
Jawa Timur. Berbagai gelar dan ketenaran berhasil diraihnya dari adu jotos di atas ring. Namun, kini semua itu hanya kenangan.
Hengy Gun yang sudah 18 tahun gantung sarung tinju punya kegiatan di luar tinju. ”Kalau tidak ada order reparasi kulkas, saya santai di rumah. Kalau tidak, paling pergi memancing,” katanya.
Sudah hampir tiga bulan ini Hengky kembali menekuni usaha tersebut. Namun, usaha itu belum memberikan
hasil seperti yang diinginkannya. Dia masih jarang mendapatkan order mereparasi kulkas. September lalu,
misalnya, dia hanya bisa mereparasi tak lebih dari sepuluh kulkas.
Jumlah itu masih jauh jika dibandingkan dengan enam tahun silam. Saat itu Hengky nyaris tidak punya waktu
untuk mengistirahatkan badan. Order mengalir deras, sederas omzet bulanan yang mengalir ke kantongnya.
”Dulu, mulainya hanya nekat membeli freezer box es krim yang rusak. Saat itu saya beli 30 buah. Setelah diajari oleh
Pak Sukirman, saya bisa menjadi tukang reparasi,” kenang pria bernama lengkap Hengky Gunawan tersebut.
Ya, sebenarnya usaha itu dijalankan sejak 2001. Namun, dia harus menyetop ladang uangnya tersebut selama tiga
tahun karena panggilan jiwa. Ya, tinju.
Padahal, saat itu hidupnya sudah lumayan enak. Namun, sejak 2004, pemilik rekor bertanding 50-1-8 tersebut tak kuasa membendung hasrat kembali ke dunia tinju. Dia tak bisa menolak ketika dipinang Sasana Semen Gresik Boxing Camp (SGBC) Tuban untuk menjadi pelatih. Namun, dia hanya sanggup bertahan selama tiga tahun.
Keluarganya protes. Intensitas kepulangan Hengky dari Tuban ke Surabaya menjadi pemicu protes anak dan istrinya. Maklum, saat fokus menjadi pelatih, Hengky hanya pulang seminggu sekali. Bahkan, kadangkadang
dia harus pulang sebulan sekali.
Berhenti jadi pelatih, Hengky tentu saja harus beradaptasi lagi. ”Setelah dari Tuban, saya menganggur enam bulan.
Kemudian, saya mulai lagi usaha reparasi itu. Hasilnya memang sangat pas-pasan. Tapi, cukup untuk sekadar makan,” jelas suami Inge Irawati tersebut.
Namun, akhir-akhir ini Hengky sedang sibuk. Bukan memenuhi order pelanggan, melainkan mempersiapkan
reuni alumni Sasana Sawunggaling, Surabaya. Ditunjuk sebagai ketua membuat dia harus bekerja keras untuk
mengumpulkan alumnus-alumnus yang keberadaannya sering tidak terdeteksi.
Bagi Hengky, reuni itu tak hanya dilakukan untuk temu kangen antarpetinju, tetapi juga mengembalikan ingatan
pada kejayaannya dua dekade silam.
Pada era 1980–1990 an, dia mirip macan di atas ring. Jotosan-jotosannya berhasil membawa nama harum Indonesia di pentas internasional.
Tercatat, lima kali pria kelahiran 26 Juni 1962 itu mempertahankan gelar juara OPBF. Gelar prestisius tersebut diukirnya dalam kurun waktu 1988 hingga 1989.
Tak hanya gelar OPBF yang berhasil direngkuhnya. Pria kelahiran Ambon itu sanggup menjadi juara WBC junior.
Semuanya terjadi saat dia menjadi murid di Sasana Sawunggaling.
Memang, Hengky tidak punya banyak catatan otentik tentang kejayaannya di atas ring. Saat ini dia hanya punya berita-berita dari koran yang pernah memuat kiprahnya.
Kliping itu ditata apik dalam dua buku.
”Soalnya, sabuk kejuaraan saya hilang entah ke mana. Ada tujuh sabuk yang hilang, yaitu lima sabuk gelar OPBF serta
masing-masing satu gelar WBC dan nasional. Nyesel dan sedih juga. Soalnya, sabuk itu seperti prasasti bahwa saya
pernah jadi juara,” ujar dia.