29 Agustus 2009

Irfan Ogah Hengkang dari Pirih BC

Irfan Ogah ketika masih di Pirih BC

------------

Petinju Irfan Ogah sudah beberapa hari ini tidak berada di sasananya, Pirih Boxing Camp Surabaya. Petinju yang sejak kecil ’’ngenger’’ di Pirih itu sekarang sudah di Jakarta untuk mencari sasana baru yang mau menampungnya.
Dia dikabarkan telah diskorsing sasananya karena kerap gagal menurunkan berat badannya. Terakhir adalah ketika dia bertanding di Thailand. Dalam laga kejuaraan itu, Ogah tidak bisa mencapai berat badan di kelasnya, terbang mini, sehingga pertandingan kejuaraan itu batal dilaksanakan. Sebaliknya, laga diganti laga biasa.
Namun sumber di Pirih tersebut masih enggan menyebutkan berapa lama skorsing tersebut. Yang jelas Pirih mempersilakan sasana lain merekrutnya asal melalui prosedur yang berlaku.
Kepergian Ogah menambah luka Mudafar, pelatih Pirih BC. Sebelumnya, perjuangannya untuk mencetak petinju juara berakhir sia-sia. Sebab, gelar juara ad interim PABA kelas terbang mini 47,6 kg yang disandang Sofyan Effendi harus melayang. Akar masalahnya sama. Yakni, jarang bertanding.
’’Sofyan kan tak bertanding lebih dari tujuh bulan. Tentu saja gelarnya hilang dengan otomatis. Itu sangat mengecewakan bagi saya,’’ tambah Mudafar.
Jika para petinju tak juga menjalani pertandingan, Mudafar memprediksi Sasana Pirih akan ditinggalkan petinju lainnya. Jika itu terjadi, Sasana Pirih bisa jadi akan tinggal kenangan seperti Sasana Sawunggaling.
’’Petinju di sini kan butuh makan. Jadi, tidak mungkin mereka terus-terusan berlatih. Mereka juga harus bertanding untuk mendapatkan uang,’’ tandas Mudafar.

27 Agustus 2009

Singa Tua Masih Mengaum di Atas Ring

Suwarno (ft: kholili indro)

----------------------



Generasi muda tinju professional (pro) tanah air sekarang mungkin mengenal Suwarno hanya sebagai hakim atau wasit dalam pertandingan tinju pro versi KTPI (Komisi Tinju Profesional Indonesia). Ini berhubungan dengan aktivitas Suwarno sebagai wasit KTPI.
Padahal, Suwarno adalah mantan petinju pro yang sangat dikenal di masa jayanya. Jika sekarang dia menjadi wasit, maka itu adalah kecintaan dia pada dunia tinju pro. Boleh bilang ini ketotalan dia dalam tinju pro Indonesia.
Sosok Suwarno sendiri masih terlihat seperti dulu. Mukanya sangar dengan kumis dan jambang yang lebat. Gaya bicaranya meledak-ledak. Badannya juga masih terlihat kekar. Padahal, saat ini dia sudah berumur 56 tahun. Tapi, gaya bicara, perawakan, dan semangatnya seolah mengaburkan usianya.
”Saya memang sudah tua. Tapi, saya punya prinsip, semangat tetap tidak boleh kalah oleh anak muda,” kata Suwarno saat dijumpai di JTV, Surabaya, beberapa waktu lalu. Dalam pertandingan ATI (29/7) tersebut, dia menjadi wasit. Profesi wasit sudah dilakoninya selama puluhan tahun. Tapi, dia lupa kapan memulai karir sebagai pengadil di atas ring.
Saat masih berpredikat sebagai petinju, Suwarno adalah jagoan di atas ring. Beragam gelar di tingkat nasional dan internasional sudah digenggamnya. Salah satu gelar yang paling prestisius adalah ketika dia menjadi juara OPBF kelas menengah 72,5 kg pada 1986. Saat itu, pria kelahiran 26 Oktober 1953 tersebut mengalahkan Bul Yul Kim (Korea Selatan) di Bandung, Jawa Barat (Jabar).
Prestasi tersebut istimewa. Salah satu alasannya, itu merupakan gelar internasional pertamanya. Alasan lainnya, dia mendapatkan sabuk juara tersebut saat sudah berusia 33 tahun. ”Banyak yang menjuluki saya dengan sebutan Singa Tua. Salah satu penyebabnya, ya saya memang moncer saat usia sudah terbilang tua,” ungkap Suwarno.
Sebelum memutuskan menjadi wasit, beragam profesi di dunia tinju sudah dilakoninya. Di antaranya, promotor liar. Dia pernah melangsungkan pertandingan di Kediri. Dia juga pernah menjadi pelatih di Sianjur Mula-Mula Boxing Camp. ”Hanya, yang mungkin diingat para pencinta tinju adalah nama Singa Tua. Saat itu, mungkin banyak yang lebih kenal saya dengan nama Singa Tua daripada nama asli,” kata Suwarno.
Padahal, Singa tua hanya satu di antara banyak ”nama seram” yang digenggamnya. Sebelumnya, nama Suwarno terdengar menakutkan saat bergabung dengan Massa 33, organisasi yang mengoordinasi para preman di Terminal Joyoboyo, Surabaya. Ketika itu, Suwarno layaknya seorang god father. Dia hanya perlu memerintah anak buah, lalu mendapatkan jatah.
”Orang zaman dulu pasti sudah sering mendengar tentang Massa 33. Cukup lama saya berkutat di dunia tersebut. Yakni, mulai 1974 sampai 1982,” ungkap pria yang memulai bertinju saat berumur 19 tahun itu.

23 Agustus 2009

Basez Bangkit Lagi setelah Limbung

Julio de la Basez (tengah) usai laga lawan
Sogol pada 9 Agustus 2009 (ft: kholili indro)
--------------------------------------------


Julio de la Basez bangkit kembali dalam tinju profesional (pro) nasional. Padahal, dia sempat limbung, karena frustrasi tidak mendapat job bertanding.
----------
Dalam dunia tinju pro, nama Julio de la Basez tidak begitu asing. Sebab, dia sejak sangat muda sudah menggeluti olahraga keras tersebut. Bahkan ketika masih bergabung di Sasana Sawunggaling pada 1990-an, dia sudah mencatatkan dirinya sebagai petinju termuda yang juara nasional KTI (Komisi Tinju Indonesia) untuk kelas terbTambah Videoang mini. Saat itu, usia Basez baru 18 tahun.
Dalam usia yang sangat muda tersebut, Basez mampu mempertahankan gelarnya hingga delapan kali berturut-turut. Sebuah rekor yang sulit dibukukan, mengingat tinju pro nasional saat itu begitu gemerlap dengan bayaran yang cukup menjanjikan.
Namun, Basez kehilangan gelar setelah dikalahkan oleh petinju Thailand dalam perebutan sabuk PABA. Dia juga gagal bertanding di Afsel bersama Andrian Kaspari karena diindikasi terkena virus hepatitis oleh dokter Afsel.
Basez mengalami puncak kegetiran setelah promotor Aseng Hery Sugiarto meninggal 2004. Dunia tinju pro Jatim jadi sepi pertandingan. Banyak sasana yang kolaps, bahkan di antaranya memvakumkan diri. Basez pun banting setir untuk menghidupi keluarganya. Dia bekerja apa saja, termasuk menjadi penjaga salah satu perusahaan di Surabaya.
Namun, publik tinju Jatim kembali disuguhi prestasi Basez sebagai juara nasional versi KTPI (Komisi Tinju Profesional Indonesia), sebuah organisasi tinju pecahan KTI.
Dalam pertandingan nongelar melawan Sogol (Majapahit BC) 9 Agustus lalu, dia juga mampu membuktikan kemampuannya. Dia mampu menganvaskan Sogol dengan KO pada ronde ketiga. Itu adalah hadiah terbaik bagi ulang tahunnya yang ke-30. ’’Saya bangga karena bisa meraih prestasi terbaik di usia yang tidak muda. Ya, tua-tua keladi, makin tua makin jadi,’’ kelakar Basez.
Julio de la Basez adalah nama julukan di atas ring. Sebab, nama sebenarnya ialah La Ode Zainudin Bases. Nama Basez diambil dari gabungan nama kedua orang tuannya. Yaitu, Baenda dan Sese. Baenda adalah nama kecil ayahnya, yaitu La Ode Baendah, sedangkan Sese adalah nama panggilan ibunya, Wa Ode Sese.
Pria kelahiran, Desa Wa’i, Maluku Tengah, tersebut, awalnya tidak pernah bercita-cita menjadi petinju pro. PAsalnya, Basez mudah adalah pemain sepak bola dan bulu tangkis andalan sekolahnya.
’’Saya dulu adalah pemain bola di kampung yang biasa mengikuti kejuaraan antarkampung (tarkam), sedangkan bulu tangkis sekadar hobi,’’ ungkap Basez.
Nah, apa yang memotivasinya menjadi petinju? Kebiasaannya berkelahi sejak di sekolah dasar membuat dia beralih hobi dari sepak bola ke tinju.
Sejak di sekolah dasar, Basez akrab dengan perkelahian. Hampir seluruh siswa pria di sekolahnya pernah merasakan tonjokan ayah empat anak itu. Atas kelakuannya tersebut, Basez harus berpindah-pindah sekolah.
’’Saya dulu nakal. Pernah ada dua siswa yang menyerangku bersamaan. Mereka saya kalahkan setelah giginya rontok,’’ kenangnya.
Kebiasaan berkelahi di sekolah tersebut membuat Basez ingin bergabung dengan sasana tinju pro. Tepatnya pada 1993, Basez yang masih terdaftar sebagai siswa SMA itu bergabung dengan Sasana Sawunggaling. Kebetulan, sasana yang bermarkas di Surabaya tersebut sedang mencari bibit tinju di Ambon.
Namun, selama menggeluti tinju pro, Basez beberapa kali stres berat. Dunia malam serta minuman keras menjadi teman hidupnya pada 2002 dan berlanjut hingga 2004. Itu terjadi setelah dia ditinggal oleh satu-satunya anak laki-lakinya –Julius de la Bases Jr– serta promotor idolanya, Aseng.
’’Setelah Pak Aseng meninggal, konsentrasi tinju saya mulai menurun. Akhirnya, dunia malam menjadi pelampiasan. Tidak hanya itu, pulang pagi juga bagian rutinitas saya,’’ terang pria berbadan kekar tersebut.

15 Agustus 2009

Ari Sena Pantas Diorbitkan

Ari Sena (kanan) setelah menjatuhkan Simon Rey di
JTV, 29 Juli 2009. ft: kholili indro.
-------------
John Ari Sena, petinju asal Bengawan, Blitar, membuktikan ketangguhannya. Bertanding memperebutkan sabuk Bupati Blitar di Halaman Gedung JTV pada Rabu malam (29/7), dia mampu menang TKO ronde ke-4 atas lawannya, Simon Ray dari Mandiri Grobogan, Jateng.
Ari Sena yang baru berusia 18 tahun itu punya potensi untuk menjadi petinju besar. ’’Usianya masih muda. Posturnya baik. Dia merupakan salah satu petinju potensial Jatim saat ini,’’ kata Marten Kasanke, matchmaker laga tersebut.
Dia menyarankan, Sasana Bengawan membina Ari Sena lebih cermat. Sebab, dia memiliki dasar bertinju yang baik. ’’Gaya-gayanya seperti Hengky Gun (juara OPBF 1980-an). Pukulan counter-nya bagus, tinggal dipoles saja,’’ ungkapnya.
Selain partai Ari Sena v Simon Ray, pertandingan yang dilaksanakan untuk meramaikan pelantikan pengurus ATI Jatim itu menduelkan Frans Ende (Inra BC) v Korry Bombardir (Amphibi BC). Frans tampil sebagai pemenang setelah dinyatakan menang angka.
’’Frans juga bagus. Mungkin, dia akan bertanding lagi dalam pertandingan di Kediri, 12 Agustus,’’ kata Marten.

11 Agustus 2009

Jakob Ton Bakal Ubah Gaya Main

Jakob Ton (kiri) dihajar pukulan Tony Arema
di Arhanudse Sidoarjo (9/8) ft:kholili indro


Kekalahan dari Tony Arema dalam pertandingan di Kompleks Yon Arhanudse, Sidoarjo, Minggu lalu (9/8) menjadi pelajaran berharga bagi Jakob Ton. Petinju Sasana Inra Surabaya itu masih harus berlatih lebih keras dan memperbanyak pengalaman tanding.
Pelatihnya, Anis Roga, sudah menyiapkan strategi baru untuk meningkatkan performanya. Mantan juara kelas terbang junior IBF Intercontinental itu juga menilai gaya permainan Jakob harus berubah.
’’Kalau bermain begitu terus, dia sulit maju. Dia harus mengubah gaya bertinju,’’ kata Anis kepada Jawa Pos setelah pertandingan itu.
Jakob dalam pertandingan enam ronde tersebut memang kalah angka. Dia terlambat panas karena cenderung menunggu lawan. Padahal, dia punya potensi untuk mengalahkan lawannya dari Sasana Arema itu.
’’Gaya bertinju Jakob itu boxer. Gaya itu sebenarnya tidak buruk. Banyak petinju yang bergaya demikian. Tapi, Jakob rupanya kesulitan. Karena itu, nanti saya ubah menjadi fighter, seperti gaya saya dulu,’’ ungkap Anis.
Pelatih yang memilih tinggal di Surabaya untuk memoles petinjunya dan hanya Minggu pulang ke Probolinggo untuk bertemu anak dan istrinya itu masih optimistis terhadap kemampuan Jakob. ’’Asal Jakob tidak putus asa dan punya semangat untuk maju, saya kira jalan ke depan masih terbentang,’’ tambahnya.
Pandangan serupa diungkapkan Bugiarso. Mantan juara kelas bulu junior (55,3 kg) PABA (Pan Asian Boxing Association) itu menilai Jakob terlalu menunggu lawan. Akibatnya, dia sering kedahuluan pukulan lawan yang agresif sejak awal.’’Coba kalau tadi dia punya inisiatif menyerang, mungkin berbeda hasilnya. Sebab, pada ronde-ronde terakhir Tony agak kewalahan,’’ katanya.

Basez Paksa Sogol Cium Kanvas

Sogol (kiri) saat lawan Basez Minggu (9/8)



Ambisi Sogol, petinju Sasana Majapahit Jombang, untuk menjatuhkan Julio de La Basez di ronde ketiga tidak terbukti. Dalam pertarungan di kelas ringan junior (58,9 kg) di kompleks Yon Arhanudse, Gedangan, Sidoarjo, kemarin siang (9/8), dia malah terkapar knockout (KO) di ronde ketiga.
Pukulan straight kiri Basez mengenai rahang kanan Sogol. Sengatan pukulan tersebut membuat petinju bernama asli Ahmad Syafi’i itu langsung ambruk di sudut biru, tempat pelatihnya mendukung dirinya.
Wasit Suwarno Perico memberikan sepuluh hitungan, namun Sogol tidak bisa bangkit. Dengan demikian, Basez menang KO di ronde tersebut. ”Saya akui pukulan Sogol cukup kuat. Saya sempat dibuat goyang pada ronde pertama,” kata Basez setelah pertandingan. Namun, Basez mampu menutupinya dengan kecepatan serangan balik.
Menurut Basez, cepat memanfaatkan peluang adalah strategi yang bagus untuk memenangi pertandingan kemarin. ”Saya tidak mau membuang peluang. Saat posisinya lengah, langsung saya lancarkan pukulan keras ke perutnya,” terang petinju kelahiran Buton itu.
Sogol mengakui ketangguhan Basez. Menurut dia, persiapannya sudah maksimal. Namun, Basez lebih kaya pengalaman. ”Saya akui jam terbang Basez lebih banyak daripada saya,” ucap Sogol.
Dalam laga lainnya, petinju Heldy Darwis dari Sasana Kuda Liar berhasil merebut sabuk bupati Bima setelah menang angka atas Monang dari Sasana Pirih. Kemenangan angka juga terjadi pada pertarungan Tony Arema melawan Jakob Ton dari Sasana Inra Surabaya di kelas bulu junior (55,3 kg).
Jakob menyatakan tak puas karena Tony dianggap bermain tidak fair. Karena itu, Jakob berharap bisa bertarung ulang melawan Tony. ”Saya mampu membuat dia tak berdaya di ronde-ronde terakhir. Namun, dia lebih banyak menggunakan teknik memeluk,” dalih Jakob. Tiga pertandingan itu memperebutkan sabuk H M. Abdul Salam, Danyon Arhanudse 8 Kodam V/Brawijaya, dan bupati Bima.

03 Agustus 2009

Maju Bersama ATI Jatim

Selamat kepada rekan-rekan dari Pengurus ATI (Asosiasi Tinju Indonesia) Jatim yang baru dilantik pada Rabu, 29 Juli 2009. Semoga dengan pengukuhan itu ATI bisa kembali membangkitkan tinju profesional Jatim yang lesu darah.

Pengurus ATI Jatim 2009-2014

Ketua : H Herry Noegroho SE MM
Wakil Ketua : Drs H Hasan Aminuddin
Wakil Ketua : Drs H Arif Afandi
Sekretaris : Imam Kusnin Ahmad SH
Wakil Sek. : Mona Amalia Pirih
Bendahara : Drs H Mukid
Wakil Bend. : Drs Sandi Suwandi Hasan

Bidang Teknik:
Eddy Miswanto
Damianus Wera
Bidang Kesehatan:
dr Eddy Herman S
dr Budi Winarno

Bidang Wasit/Hakim:
Marthen Kasangke
Hamid Arif
Soewarno
Ateng Mujiono
Asngari
Edi Miswan
Bidang Hukum:
Dr Priyo Handoko SH MH
Nur Baidah SH MH

Bidang Dana /Usaha:
Randu Ramaditya
Henky Ghozali
Tri Handayani Basuki

Bidang Humas:
Drs Sidiq Prasetyo
H Abu Muslich
Ernes Tego Lelono
Felik Ghozali