23 Desember 2008
Tinju, Darah Daging Saya
Eddy Pirih termasuk figur cinta tinju sesungguhnya. Pada saat usianya semakin senja, dia mengkader anaknya, Eric Pirih, untuk meneruskan kecintaannya pada olahraga tinju.
Jadilah Eric sekarang tampil di depan untuk mengurus Sasana Pirih. Eric sendiri bukan anak karbitan, sehingga ketika menerima tongkat sebagai manajer sasana dia tidak kikuk atau canggung. Eric langsung menggelinding, siap menghadapi tantangan tinju pro yang kian berat. Minim pertandingan.
Ya, Eric sejak kecil sudah hidup di lingkungan para petinju Sasana Pirih. Dan sejak 1999 dia sudah memegang jabatan sebagai manajer tinju. Dengan demikian, dia sudah sembilan tahun dia menjabat profesi di olahraga keras tersebut.
Jika acuannya angka sembilan tahun itu, tentu pengalaman Eric masih terbilang hijau. Tapi, lupakan angka tersebut. Kemampuan Eric sudah melampaui angka itu. Sebab, dia sebelumnya sudah malang melintang di dunia manajer tinju. Usia sembilan tahun tersebut tak ubahnya hanya formalitas. Sebab, dia hanya meneruskan tongkat estafet ayahnya, Eddy Pirih.
’’Karena papa sudah tua, saya berkewajiban menghidupkan sasana ini. Dunia tinju adalah dunia keluarga kami. Bahkan, kalau tangan saya dipotong, keluarnya juga darah tinju,’’ kelakar Eric.
Soal suka dan duka? Jangan tanyakan hal itu kepada Eric. Sebab, semua yang dilakoninya di tinju tak ubahnya ibadah. Kerugian materi yang tak sedikit tidak dianggapnya sebuah hal yang ditakutkan. Hanya satu yang menghantui benaknya. Yakni, kepastian menunggu jadwal pertandingan anak asuhnya.
’’Dana bukan masalah. Walaupun kenyataannya dana yang keluar tidak sedikit. Bayangkan saja. Makan, minum, serta semua hal untuk keperluan petinju kan dari manajer,’’ terang Eric. ’’Tapi kalau harus menunggu jadwal bertanding, itu yang sangat berat,’’ ungkapnya.
Semua kerugian-kerugian materi tersebut langsung terbayar saat dia bisa mencetak petinju juara. Itu dirasakannya saat membawa Sofyan Effendi merebut gelar juara Ad Interim PABA.
’’Semangat pantang menyerah para petinju membuat saya juga tahan banting. Filosofi itu juga saya terapkan untuk bisnis ini,’’ papar penyayang binatang tersebut.
Semangat pantang menyerah itu pula yang tak menyurutkan langkah Eric di dunia tinju yang sedang kolaps. Ibarat roda, masa-masa sulit seperti sekarang pasti akan berakhir. Dia optimistis akan hal itu.
’’Tinju itu olahraga yang sudah legendaris. Tak akan mati untuk selamanya. Kalau sekarang mati suri, itu hanya sesaat. Anggap saja tinju sedang istirahat,’’ tambah Eric.
Karena itu, dia pun tetap akan mempersembahkan hidupnya untuk tinju. Termasuk, rencana untuk membangun sekolah tinju. Jika semua berjalan sesuai dengan rencana, pada 2009 mendatang, sekolah tersebut dibukanya.
’’Ini untuk pembinaan. Nanti saya gelar pertandingan-pertandingan empat atau enam rondean. Pokoknya, agar tinju tidak mati,’’ janji Eric.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar