10 November 2008
Juara KTI dan ATI jadi Juru Parkir
Wido Paes, petinju Bromo Boxing Camp (BBC) Probolinggo kini memang menyandang gelar juara kelas terbang dua versi sekaligus. Yakni versi Asosiasi Tinju Indonesia (ATI) dan Komisi Tinju Indonesia (KTI). Namun, Wido Paes tidak menjadi juara dalam kehidupan nyata.
Jadwal tandingnya untuk mempertahankan gelar tak kunjung jelas. Semula dijadwalkan tanding pada 6 November, lalu diundur jadi 26 November, hingga kini semakin kabur kapan Wido Paes naik ring.
Wido hanya tahu masih ada tarik ulur soal harga kotrak antara pihak Trans 7 selaku stasiun televisi yang akan menayangkan pertandingan Wido, dengan promoter pertandingan. “Jadi, sampai saat ini, saya belum mendapat kepastian tentang kapan jadwal bertanding,” ujar Wido Paes.
Karena jadwal tak jelas, menu latihan Wido pun dikurangi. Satu bulan sebelumnya, Wido sudah melahap porsi latihan cukup berat. Dalam sehari dia harus berlatih pagi, siang dan sore. Kini, seharian Wido cukup berlatih pagi dan sore. Porsinyapun sedikit diringankan.
Yang tidak bisa diringankan adalah keharusannya menyambung hidup. Wido yang hanya mendapatkan uang dari kontrak bertinjupun semakin terjepit.
Untuk mengisi sakunya, kini Wido punya profesi baru. Jadi tukang parkir di sekitar messnya. Tepatnya di sekitar kantor Catatan Sipil (Capil). Kebetulan, belakangan sedang banyak orang yang mengurus akta. Banyak kendaraan diparkir.
Situasi itu dimanfaatkan oleh Wido dengan menjadi tukang parkir. Tidak sendirian. Dia “bekerja” bareng Yaser, juga petinju BBC. “Lumayan hasilnya bisa buat makan dan menyambung hidup. Bersama Yaser (juga petinju BBC) saya menjaga parkir mulai pagi hingga sore,” aku Wido Paes beberapa saat setelah menunaikan “pekerjaannya”.
Dia bersyukur dengan ramainya orang di Capil. “Saya sangat beruntung akhir-akhir ini dinas Capil sangat ramai diserbu warga. Saya mendapat keuntungan dari sana,” lanjut Wido.
Kondisi keseharian petinju seperti Wido memang memprihatinkan. Dalam situasi jeda pertandingan seperti ini, untuk makan sehari-hari saja Wido kesulitan. Tidak jarang Wido hanya mampu beli mie instant untuk makan. Padahal, sebagai petinju, kondisi tubuh harus terus prima.
“Profesi sebagai atlet khususnya tinju masih belum menjanjikan di Indonesia. Sekarang ini banyak atlet yang tidak konsentrasi pada profesinya, karena harus memikirkan bagaimana cara menyambung hidup,” keluh Wido, petinju bergaya fighter ini.
Dia pun berharap pemerintah mau lebih perhatian kepada atlet. “Agar para atlet bisa memperoleh hasil yang maksimal,” katanya.
Jadwal tandingnya untuk mempertahankan gelar tak kunjung jelas. Semula dijadwalkan tanding pada 6 November, lalu diundur jadi 26 November, hingga kini semakin kabur kapan Wido Paes naik ring.
Wido hanya tahu masih ada tarik ulur soal harga kotrak antara pihak Trans 7 selaku stasiun televisi yang akan menayangkan pertandingan Wido, dengan promoter pertandingan. “Jadi, sampai saat ini, saya belum mendapat kepastian tentang kapan jadwal bertanding,” ujar Wido Paes.
Karena jadwal tak jelas, menu latihan Wido pun dikurangi. Satu bulan sebelumnya, Wido sudah melahap porsi latihan cukup berat. Dalam sehari dia harus berlatih pagi, siang dan sore. Kini, seharian Wido cukup berlatih pagi dan sore. Porsinyapun sedikit diringankan.
Yang tidak bisa diringankan adalah keharusannya menyambung hidup. Wido yang hanya mendapatkan uang dari kontrak bertinjupun semakin terjepit.
Untuk mengisi sakunya, kini Wido punya profesi baru. Jadi tukang parkir di sekitar messnya. Tepatnya di sekitar kantor Catatan Sipil (Capil). Kebetulan, belakangan sedang banyak orang yang mengurus akta. Banyak kendaraan diparkir.
Situasi itu dimanfaatkan oleh Wido dengan menjadi tukang parkir. Tidak sendirian. Dia “bekerja” bareng Yaser, juga petinju BBC. “Lumayan hasilnya bisa buat makan dan menyambung hidup. Bersama Yaser (juga petinju BBC) saya menjaga parkir mulai pagi hingga sore,” aku Wido Paes beberapa saat setelah menunaikan “pekerjaannya”.
Dia bersyukur dengan ramainya orang di Capil. “Saya sangat beruntung akhir-akhir ini dinas Capil sangat ramai diserbu warga. Saya mendapat keuntungan dari sana,” lanjut Wido.
Kondisi keseharian petinju seperti Wido memang memprihatinkan. Dalam situasi jeda pertandingan seperti ini, untuk makan sehari-hari saja Wido kesulitan. Tidak jarang Wido hanya mampu beli mie instant untuk makan. Padahal, sebagai petinju, kondisi tubuh harus terus prima.
“Profesi sebagai atlet khususnya tinju masih belum menjanjikan di Indonesia. Sekarang ini banyak atlet yang tidak konsentrasi pada profesinya, karena harus memikirkan bagaimana cara menyambung hidup,” keluh Wido, petinju bergaya fighter ini.
Dia pun berharap pemerintah mau lebih perhatian kepada atlet. “Agar para atlet bisa memperoleh hasil yang maksimal,” katanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar