Hengky Gun termasuk salah seorang petinju legendaris
Jawa Timur. Berbagai gelar dan ketenaran berhasil diraihnya dari adu jotos di atas ring. Namun, kini semua itu hanya kenangan.
Hengy Gun yang sudah 18 tahun gantung sarung tinju punya kegiatan di luar tinju. ”Kalau tidak ada order reparasi kulkas, saya santai di rumah. Kalau tidak, paling pergi memancing,” katanya.
Sudah hampir tiga bulan ini Hengky kembali menekuni usaha tersebut. Namun, usaha itu belum memberikan
hasil seperti yang diinginkannya. Dia masih jarang mendapatkan order mereparasi kulkas. September lalu,
misalnya, dia hanya bisa mereparasi tak lebih dari sepuluh kulkas.
Jumlah itu masih jauh jika dibandingkan dengan enam tahun silam. Saat itu Hengky nyaris tidak punya waktu
untuk mengistirahatkan badan. Order mengalir deras, sederas omzet bulanan yang mengalir ke kantongnya.
”Dulu, mulainya hanya nekat membeli freezer box es krim yang rusak. Saat itu saya beli 30 buah. Setelah diajari oleh
Pak Sukirman, saya bisa menjadi tukang reparasi,” kenang pria bernama lengkap Hengky Gunawan tersebut.
Ya, sebenarnya usaha itu dijalankan sejak 2001. Namun, dia harus menyetop ladang uangnya tersebut selama tiga
tahun karena panggilan jiwa. Ya, tinju.
Padahal, saat itu hidupnya sudah lumayan enak. Namun, sejak 2004, pemilik rekor bertanding 50-1-8 tersebut tak kuasa membendung hasrat kembali ke dunia tinju. Dia tak bisa menolak ketika dipinang Sasana Semen Gresik Boxing Camp (SGBC) Tuban untuk menjadi pelatih. Namun, dia hanya sanggup bertahan selama tiga tahun.
Keluarganya protes. Intensitas kepulangan Hengky dari Tuban ke Surabaya menjadi pemicu protes anak dan istrinya. Maklum, saat fokus menjadi pelatih, Hengky hanya pulang seminggu sekali. Bahkan, kadangkadang
dia harus pulang sebulan sekali.
Berhenti jadi pelatih, Hengky tentu saja harus beradaptasi lagi. ”Setelah dari Tuban, saya menganggur enam bulan.
Kemudian, saya mulai lagi usaha reparasi itu. Hasilnya memang sangat pas-pasan. Tapi, cukup untuk sekadar makan,” jelas suami Inge Irawati tersebut.
Namun, akhir-akhir ini Hengky sedang sibuk. Bukan memenuhi order pelanggan, melainkan mempersiapkan
reuni alumni Sasana Sawunggaling, Surabaya. Ditunjuk sebagai ketua membuat dia harus bekerja keras untuk
mengumpulkan alumnus-alumnus yang keberadaannya sering tidak terdeteksi.
Bagi Hengky, reuni itu tak hanya dilakukan untuk temu kangen antarpetinju, tetapi juga mengembalikan ingatan
pada kejayaannya dua dekade silam.
Pada era 1980–1990 an, dia mirip macan di atas ring. Jotosan-jotosannya berhasil membawa nama harum Indonesia di pentas internasional.
Tercatat, lima kali pria kelahiran 26 Juni 1962 itu mempertahankan gelar juara OPBF. Gelar prestisius tersebut diukirnya dalam kurun waktu 1988 hingga 1989.
Tak hanya gelar OPBF yang berhasil direngkuhnya. Pria kelahiran Ambon itu sanggup menjadi juara WBC junior.
Semuanya terjadi saat dia menjadi murid di Sasana Sawunggaling.
Memang, Hengky tidak punya banyak catatan otentik tentang kejayaannya di atas ring. Saat ini dia hanya punya berita-berita dari koran yang pernah memuat kiprahnya.
Kliping itu ditata apik dalam dua buku.
”Soalnya, sabuk kejuaraan saya hilang entah ke mana. Ada tujuh sabuk yang hilang, yaitu lima sabuk gelar OPBF serta
masing-masing satu gelar WBC dan nasional. Nyesel dan sedih juga. Soalnya, sabuk itu seperti prasasti bahwa saya
pernah jadi juara,” ujar dia.